30.5.11

UNSUR-UNSUR PEMBENTUK PUISI

Ada beberapa pendapat tentang unsur-unsur pembentuk puisi. Salah satunya adalah pendapat I.A. Richard. Dia membedakan dua hal penting yang membangun sebuah puisi yaitu hakikat puisi (the nature of poetry), dan metode puisi (the method of poetry).
Hakikat puisi terdiri dari empat hal pokok, yaitu
1. Sense (tema, arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau mencari-cari, menafsirkan).
2. Feling (rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan.
3. Tone (nada)
Yang dimaksud tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah hati, angkuh, persuatif, sugestif.
4. Intention (tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan keyakinan yang dianut penyair



Untuk mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan sarana-sarana. Sarana-sarana tersebutlah yang disebut metode puisi. Metode puisi terdiri dari
1. Diction (diksi)
Diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif maupun konotatif sehingga kata-kata yanag dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya.
2. Imageri (imaji, daya bayang)
Yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi.
Imaji disebut juga citraan, atau gambaran angan. Ada beberapa macam citraan, antara lain
a. citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan dengan indra penglihatan
b. Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran
c. Citra penciuman dan pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman dan pencecapan
d. Citra intelektual, yaitu citraan yang timbul oleh asosiasi intelektual/pemikiran.
e. Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.
f. Citra lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran selingkungan
g. Citra kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran kesedihan
3. The concrete word (kata-kata kongkret)
Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Slametmulyana menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-kata yang telah dipergunakan oleh penyair, yang artinya tidak sama dengan kamus.
4. Figurative language (gaya bahasa)
Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan dan sebagainya. Jenis-jenis gaya bahasa antara lain
a. perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana, dll.
b. Metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan kata-kata pembanding.
c. Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat berturut-turut.
d. Personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di mana benda mati dapat berbuat dan berpikir seperti manusia.
e. Metonimia, yaitu kiasan pengganti nama.
f. Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri.
g. Allegori, ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang dilanjutkan.
5. Rhythm dan rima (irama dan sajak)
Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Irama dibedakan menjadi dua,
a. metrum, yaitu irama yang tetap, menurut pola tertentu.
b. Ritme, yaitu irama yang disebabkan perntentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur.
Irama menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama diwujudkan dalam bentuk tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga,
a. dinamik, yaitu tyekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu.
b. Nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara.
c. Tempo, yaitu tekanan cepat lambatnya pengucapan kata.
Rima adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam ini disebut cacophony.
Berdasarkan jenisnya, persajakan dibedakan menjadi
a. rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
b. Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
c. Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi)
d. Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
e. Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
f. Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
g. Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
h. Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.

Berdasarkan letaknya, rima dibedakan
a. rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
b. Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi
c. Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
d. Rima tegak yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal
e. Rima datar yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horisontal
f. Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
g. Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
h. Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
i. Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
j. Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
k. Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d)

Pendapat lain dikemukakan oleh Roman Ingarden dari Polandia. Orang ini mengatakan bahwa sebenarnya karya sastra (termasuk puisi) merupakan struktur yang terdiri dari beberapa lapis norma. Lapis norma tersebut adalah
1. Lapis bunyi (sound stratum)
2. Lapis arti (units of meaning)
3. Lapis obyek yang dikemukakan atau “dunia ciptaan”
a. Lapis implisit
b. Lapis metafisika (metaphysical qualities)

Gaya Bahasa Perbandingan
a. Perumpamaan
Perumpamaan ialah padanan kata atau simile yang berarti seperti. Secara eksplisit jenis gaya bahasa ini ditandai oleh pemakaian kata: seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, serupa.
Contoh: Seperti air dengan minyak.
a. Metafora
Metafora ialah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit.
Contoh: Aku adalah angin yang kembara.
a. Personifikasi
Personifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang atau benda yang tidak bernyawa ataupun pada ide yang abstrak.
Contoh: Bunga ros menjaga dirinya dengan duri


Ambilah contoh gaya bahasa personifikasi. Personifikasi adalah majas yang melukiskan suatu benda dengan memberikan sifat-sifat manusia kepada benda-benda mati , sehingga seolah-olah memiliki sifat seperti manusia atau benda hidup (Rustamaji, 2005: 105). Gaya bahasa personifikasi merupakan salah satu majas perbandingan yang sering sekali digunakan dalam berbagai tulisan sastra. Memang belum ada survai atau penelitian tentang kuantitas pemakaian majas terbanyak dalam karya sastra, tetapi secara sepintas kita dapat melihat betapa seringnya gaya bahasa personifikasi diaplikasikan ke dalam berbagai karya.
Berikut adalah contoh penggunaan personifikasi.
Aku berdiri di pinggir pantai. Aku tak tahu, apakah aku harus sedih atau bahagia saat ini. Aku tak bisa melukiskan perasaanku secara tepat detik ini. Aku hanya dapat memandang ombak yang bergulung-gulung sebelum akhirnya pecah di antara kedua kakiku.

Frase ombak yang bergulung-gulung sebelum akhirnya pecah adalah salah satu penggunaan majas personifikasi. Entah sudah berapa puluh personifikasi yang sama untuk ombak. Ombak selalu diperrsonifikasikan bergulung-gulung atau berlari. Seorang penulis harus berani melakukan eksplorasi dan eksperimen terhadap alat yang dimilikinya, yaitu gaya bahasa.
Frase yang menyatakan personifikasi tersebut dapat diubah menjadi majas asosiasi. Adapun pengertian asosiasi adalah membandingkan sesuatu dengan keadaan lain karena adanya persamaan sifat. Lantas, paragraf di atas dapat disulap mejadi seperti berikut.
Aku berdiri di pinggir pantai. Aku tak tahu, apakah aku harus sedih atau bahagia saat ini. Aku tak bisa melukiskan perasaanku secara tepat detik ini. Aku hanya dapat memandang ombak yang terlipat seperti ibu menyisir permukaan keju dengan sendok.

Ada dua jenis (genre) karya sastra Indonesia, yaitu puisi dan prosa. Pada awalnya, puisi disebut sebagai karangan terikat karena harus memenuhi aturan yang menyangkut jumlah kata, larik, dan bait, serta pola bait; sebaliknya prosa disebut karangan bebas karena tidak terikat oleh aturan itu. Dalam perkembangannya, puisi tidak lagi mengikat diri dengan aturan seperti yang kita temukan pada puisi-puisi lama semacam pantun dan syair, tetapi sudah membebaskan diri dari aturan-aturan tersebut seperti yang kita temukan pada puisi-puisi baru.
Sekali pun puisi sudah mulai membebaskan diri dari aturan, tetapi puisi pada hakikatnya tetap harus memenuhi persyaratan tertentu. Dibanding prosa, puisi memilikii susunan bahasa yang relatif lebih padat. Pemilihan kata atau diksi dalam puisi sangat selektif dan ketat. Kehadiran kata-kata dan ungkapan dalam puisi diperhitungkan dari berbagai segi, seperti makna, kekuatan citraan, rima, dan jangkauan simboliknya. Kata-kata dalam puisi tidak semata-mata berfungsi sebagai alat penyampaian gagasan atau pengungkap rasa, tetapi juga sebagai bahan.
Pengertian Puisi
Dalam kesusastraan Indonesia dikenal dua istilah yang sering dicampuradukkan, yaitu sajak dan puisi. Istilah puisi berasal dari kata poezie (Belanda). Dalam bahasa Belanda dikenal pula istilah gedicht yang berarti sajak. Dalam bahasa Indonesia (Melayu) hanya dikenal istilah sajak yang berarti poezie maupun gedicht. Istilah puisi cenderung digunakan untuk berpasangan dengan istilah prosa, seperti istilah poetry dalam bahasa Inggris yang dianggap sebagai salah satu nama jenis sastra. Jadi, istilah puisi lebih bersifat general, jenisnya, sedangkan sajak bersifat khusus, individunya.
Sajak adalah puisi, tetapi puisi belum tentu sajak. Puisi mungkin saja terdapat dalam prosa seperti cerpen, novel, atau esai sehingga sering orang mengatakan bahwa kalimat-kalimatnya puitis (bersifat puisi). Puisi menjadi suatu pengungkapan secara implisit, samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-kata condong pada artinya yang konotatif, demikian menurut Putu Arya Tirtawirya . Sementara sajak, lebih luas lagi, tak sekadar hal yang tersirat, tetapi sudah menyangkut materi isi puisi, bahkan sampai ke efek yang ditimbulkan, seperti bunyi. Maka itu, sajak terkadang juga dimaknai sebagai bunyi.
Unsur-unsur puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik, bait, rima, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut;
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Rima adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh hurup atau kata-kata dalam larik dan bait. Ada bermacam-macam rima yang timbul dari bermacam bunyi yang muncul dari sebuah puisi. Rima inilah yang membuat sebuah puisi menjadi indah.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Jenis puisi
Memahami sebuah puisi, sesungguhnya kita menghadapi sebuah obyek yang berada di balik tirai. Ada kalanya kain tirai terbuat dari rajutan yang sangat rapat sehingga kita memerlukan mata yang jeli dan kesabaran dalam melihat dan menafsirkan obyek yang berada di balik tirai. Ada kalanya juga kain tirainya tersulam dengan renggang sehingga secara mudah kita dapat mengetahui siapa yang berada di baliknya.
Begitu juga puisi, terkadang kita sangat susah dan lambat untuk memahami maksudnya, terkadang begitu mudah dan cepat untuk mengerti maknanya. Memang, puisi terbagi dalam dua jenis, yaitu puisi transparan atau disebut pula diaphan dan puisi prismatis. Transparan berarti jernih, bening, dan tembus pandang; sedangkan prismatis akan sukar tertangkap oleh mata karena sinar yang menembus sebuah prisma akan terurai kandungan warnanya.
Contoh kutipan puisi prismatis :
Pada jam ke-24
kota seperti kiamat:
Sydney telah terkunci
dalam gelas pagi.
Ada bulan mengukur luas
laut dan musik panas
Ada beton membentang bentuk
dan bayang hanya merunduk
….
(Sydney: Goenawan Mohammad, 1979)
Contoh kutipan puisi transparan ;
Kami duduk berdua
di bangku halaman rumahnya.
pohon jambu di halaman ruman itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya.
Angin yang lewat
Memainkan daun yang berguguran.

(Episode : W.S. Rendra)
Proses pembuatan Puisi
Membuat sebuah puisi bisa sangat mudah bisa pula terasa sulit. Sebagai sebuah produk karya (seni) sastra, proses pembuatan puisi tentu bukan sekadar memerlukan sentuhan fisik, tetapi juga melibatkan seluruh pikiran dan perasaan kita sebagai manusia. Apalagi menyangkut bagaimana mengungkapkan ide dengan kata-kata agar sesuai maksudnya. Oleh sebab itu, sebuah puisi bisa saja diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi bisa juga memakan waktu berlama-lama.
Membuat sebuah puisi bisa dimulai dari mana saja, tergantung situasi dan kemampuan sipenulis. Untuk sebuah pembelajaran, ada baiknya sebuah puisi dibuat melalui tahapan-tahapan Tahapan pembuatan puisi berikuti ini disusun secara akrostik, dengan menggunakan hurup-hurup awal dalam kata ‘puisi’.
P : pikiran dan perasaan
Keinginan menulis puisi biasanya diawali dengan munculnya gagasan. Gagasan tiba-tiba melintas begitu saja ketika perhatian kita tertuju pada suatu objek atau pengalaman. Apa yang ditangkap oleh mata dan telinga, mengkristal dalam pikiran kita hingga menjadi sebuah tema. Dari gagasan yang mengkristal menjadi tema itu kemudian diterjemahkan oleh perasaan untuk diungkapkan dengan bahasa.
U : ungkapan
Apa yang ada di pikiran dan perasaan tadi mulailah kita ungkapkan dengan menuangkannya ke dalam kata-kata. Sebagai alat ekspresi, maka kata-kata harus betul-betul bisa mengungkapkan apa yang di kepala dan hati tadi. Untuk itulah, mulailah sebuah proses pemilihan kata (diksi). Proses ini biasanya dianggap bagian paling sulit dalam pembuat puisi karena tidak mudah dan cepat untuk menemukan kata-kata yang sesuai.
I : interpertasi
Ketika kita menemukan sejumlah kata, maka proses yang mengiringinya adalah mencoba menginterpertasikan atau membuat penafsiran terlebih dahulu apakah kata-kata yang kita pilih itu mempunya makna yang sesuai dengan keinginan kita. Untuk itu, kembali kita lihat bagaimana hubungan antarkata hingga menjadi larik, hubungan antarlarik hingga menjadi bait, dan hubungan antarbait, termasuk pemenggalannya (anyambemen) hingga sesuai dengan tema yang ada dalam pikiran dan perasaan kita.
S : sajak
Puisi identik dengan bunyi (sajak). Persamaan atau perbedaan bunyi itu timbul dari hurup atau kata-kata dalam puisi tersebut jika dibaca. Dari bunyi-bunyi yang muncul itulah keindahan puisi bisa dirasakan. Untuk itulah, kata-kata yang sudah kita temukan dan pilih tadi harus kembali direkonstrusi agar agar muncul persajakkannya. Dari sinilah akan terlihat berbagai macam rima dalam puisi kita.
I : indah
Kesempurnaan sebuah puisi adalah ketika pikiran dan perasaan kita dapat terwakili dengan pas dan sesuai oleh kata-kata yang terpilih dan menimbulkan bunyi-bunyi yang indah. Ada kepuasan tersendiri ketika puisi yang kita buat sudah mampu memenuhi keiinginan kita dan mampu menarik perhatian bagi penikmatnya karena keindahannya.
Yang melemahkan puisi
Dalam pembelajaran puisi, tidak ada istilah puisi yang baik atau pun yang puisi yang buruk. Jika bicara baik atau buruk, maka tentu ada kepastian nilai yang menjadi ukuran sedangkan puisi bersifat relatif. Puisi adalah karya seni yang abstrak sekali pun menggunakan kata-kata yang nyata sebagai alat eskpresinya. Untuk itu, jika ingin memberikan apresiasi, maka yang ada adalah puisi yang lemah dan puisi yang kuat.
Yang membuat puisi menjadi lemah adalah :
1. Puisi mengandung kata-kata, ungkapan, atau pernyataan yang berlebihan atau bombastis
Kata papa,
Jiwa muda adalah jiwa satria
yang menegakkan kebenaran
yang menegakkan keadilan
….
(Kata Papa : Sri Yulianti, 1979)
2. Puisi menampilkan masalah atau tema yang terlalu kecil tak sebanding dengan alat ekspresinya yang terlalu kuat
Dik Dani,
Sedang banjirkan Jakarta?
Sehingga kau tidak bisa datang
Menengokku di sini.
….
(Sajak buat Dik Dani : Nunik Yulianti, 1979)
3. Puisi lemah dalam penalaran
Semalam hujan begitu derasnya
entah mengapakah
ramalan cuaca TVRI yang benar?

(Rahmat: Thoha Masrukh A., 1979)
4. Puisi mengandung sisipan obyek yang melemahkan obyek utama dan mengganggu keutuhan sajak.

Oh Ibu sangat besar jasamu
Wahai kawanku janganlah kamu melawan ibumu
Dan jangan pula membantah kata ibumu

(Ibu: Muh. Zen. 1982)
5. Puisi mengandung lebih dari satu sudut pandang
Kutulis syair ini
Ditemani oleh sepasang lilin
Ia menyala dalam kegelapan
Untuk menerangi kamarku
Betapa tulus hatimu
Rela berkorban untukku
Kau bakar dirimu

(Sebuah pengorbanan: Dewi S., 1981)
6. Puisi menggunakan gaya pengucapan atau gaya bahasa yang kurang sempurna
Daunmu yang rimbun menutup surya
sehingga di bawahmu terbayang keteduhan dan kedamaian
sunyi, lembab mengingatkan akan maut

(Hutan: Roslaini, 1982)
7. Puisi mengandung kelemahan rima

Bercucuran air mataku
Jika aku mengenang nasibmu
Tapi jika takdir Tuhan Mahatahu
Kita tak boleh menggerutu.
(Aku: Paramita I.S., 1979)
8. Puisi terlalu prosais
empat orang pemetik menggigil di (antara)
rerimbun pohon (an) teh
pucat mukanya
(sudah) beberapa hari (ini)
hanya rebusan singkong
dan jagung bakar mengganjal perut mereka

(Badai Di Perbukitan Teh: Sherly Malinton, 1979)
Penutup
Puisi adalah media ekspresi yang tepat dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan kita. Melalui puisi, segala yang ada dalam kepala dan hati kita dapat terwakili dengan kata-kata. Puisi dapat menjadi media kita dalam menyampaikan pesan kepada pembaca. Puisi dapat mencerdaskan karena membuat otak kanan kita lebih terasah dalam memilih kata dan memahami makna yang terdapat di dalamnya. Puisi juga media paling independen untuk bersuara. Untuk itu, marilah mulai sekarang membuat puisi.
ariandi8kiya

No comments:

Post a Comment

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam